Home » » Ketika Manusia "Menduakan" Tuhan

Ketika Manusia "Menduakan" Tuhan

Judul : Tuhan yang Kesepian
Penulis : Tasirun Sulaiman
Penerbit: Bunyan (Grup Bentang Pustaka)
Cetakan : I/Mei 2013
Tebal : xii + 204 Halaman



Apa yang manusia lakukan ketika dirundung rasa galau karena cobaan dan musibah? Mereka akan meratap penuh harap. Segala jenis doa dipanjatkan dan diterbangkan ke langit. Berharap segala jenis ketidaknyamanan yang berbentuk cobaan dan musibah itu segera sirna dari hidup mereka.

Tapi, seringkali manusia melupakan Tuhan ketika berada dalam keberlimpahan. Ketika rasa senang dan kebahagiaan berpihak, mereka seolah-olah tidak membutuhkan Tuhan. Mereka berpikir, bahwa segala keberhasilan yang diraih adalah berkat dan kerja keras mereka semata. Mereka lupa bahwa Tuhan turut andil dalam aktivitas mereka, memantau hingga kesuksesan mereka raih.

Buku Tuhan yang Kesepian karya Tasirun Sulaiman coba memotret fenomena yang terjadi pada manusia zaman ini. Bahwa segala macam jenis keduniawian telah merampas kepedulian mereka untuk mengingat Tuhan dengan segala nikmat yang telah dikaruniakan. Manusia dengan mudah “menduakan” Tuhan dan terlena dengan segala kenikmatan dunia yang fana.

Penulis, dalam buku itu mengkritik pelbagai hal yang berkaitan dengan keberagamaan dan ketuhanan, juga perilaku manusia yang sangat dekat dengan keseharian.

Buku dibagi menjadi lima pembahasan yang ditulis dalam bahasa reflektif penuh perenungan; Agama dan Cinta Kasih Tuhan, Agama dan Kemanusian Universal, Agama dan Kehidupan Politik, Agama dan Kesucian Jiwa, serta Agama dan Kemasyarakatan.

Dalam tulisan berjudul “Tuhan Gelandangan”, penulis mengajak pembaca berpikir dan merenungkan tentang keberadaan Tuhan yang kadang kita “madu” dengan hal-hal duniawi (harta dan kekuasaan).

Karen Armstrong, seorang mantan biarawati, yang kemudian mendapati dirinya dalam lorong gulita dan penuh kegalauan pernah menulis buku berjudul Sejarah Tuhan. Buku bagus dan berkualitas itu membahas tentang identitas Tuhan yang membuat pembaca bertanya-tanya; di manakah Rumah Tuhan? Kalau benar Rumah Tuhan adalah Kakbah—sebagaimana dipercaya orang Muslim—sebelum itu Tuhan tinggal di mana? Apakah Dia tinggal di Baitelheim (Beith Elohim)?

Pertanyaan-pertanyaan itu akan terus bermunculan dan mengganggu hati dan pikiran kita. Padahal, tanpa kita sadar, Tuhan itu sesungguhnya Mahahadir di mana dan kapan saja. Karena itulah hakikat Tuhan.

Anehnya, banyak manusia yang kadang melupakan bahwa hati kita ini adalah tempat yang Tuhan acap hadir dan singgah. Kita juga melupakan kalau Tuhan justru sering tinggal di hati orang-orang yang nestapa, miskin dan papa (halaman 66-67).

Tasirun, dalam buku itu juga menyinggung persoalan bangsa yang sampai saat ini masih tetap menjadi “buah bibir” di pelbagai media; korupsi. Ya, praktik korupsi yang akhir-akhir ini dilakukan secara berjemaah oleh para petinggi negeri dan elite politik itu dituturkan penulis dalam tulisan berjudul “Hypocrite”.

Penulis menuturkan bahwa, tanda-tanda orang munafik itu bukanlah koko, janggut, misk, hafalan dan yang lainnya. Tanda-tanda munafik itu—sebagaimana dikatakan Nabi—antara lain; dia suka berbohong kalau berbicara, dia tidak menepati janji kalau berjanji, dia berkhianat kalau mendapatkan amanat.

Dalam kehidupan sosial dan politik sekarang ini, lanjut Tasirun, tanda-tanda munafik yang dikatakan Nabi dengan mudah kita saksikan. Mereka itu adalah kaum yang hari ini berbicara A, kemudian besok mencelanya. Mereka yang berjanji hendak memberantas korupsi, tetapi dia adalah bagian darinya. Dan, kaum munafik itu adalah hanya mementingkan kelompoknya sehingga janji untuk menyejahterakan umat dan membangun keadilan hanyalah untuk diri dan kelompoknya: berkhianat (halaman 69-70).

Dalam buku 204 halaman itu, penulis juga membahas berbagai masalah keseharian yang kadang luput dari perhatian kita. Tulisan-tulisan yang sarat dengan refleksi kehidupan ini, misalnya, juga mengupas tentang hakikat iman, sabar, rasa malu, kesederhanaan, toleransi, masalah keberagamaan yang kadang dipenuhi dengan konflik dan klaim kelompok yang menganggap kelompok mereka paling benar, hingga masalah tradisi perayaan hari kematian yang bagi sebagian orang/kelompok dianggap bidah (halaman 40).

Semua itu dikupas dengan bahasa yang ringan, santai dan penuh perenungan. Sehingga, pembaca tidak merasa digurui atau dikhotbahi. Tapi, sebaliknya, membaca buku itu pembaca akan diajak berpikir sekaligus introspeksi diri, sehingga tidak mudah menyalahkan orang atau golongan lain yang tidak sejalan dan “seirama” dengan kepercayaannya. [*]

Diresensi oleh: Untung Wahyudi
Lulusan IAIN Sunan Ampel, Surabaya



Sumber : http://suar.okezone.com

Ditulis Oleh : Unknown ~ Tips dan Trik Blogspot Ebook Dan Game Dll

Christian angkouw Sobat sedang membaca artikel tentang Ketika Manusia "Menduakan" Tuhan. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: Get this widget ! ::

No comments:

Post a Comment